TATA CARA PELAKSANAAN
OTONAN
Saat melakukan prosesi otonan beberapa masyarakat
biasanya menggunakan banten tumpeng tiga dan tumpeng lima. Apabila menggunakan
banten tumpeng lima, secara umum terdiri dari :
1.
Banten Pengambeyan,
mengandung makna simbolis memohon karunia dari Ida Sang Hyang Widhi dan para
leluhur.
2.
Banten Dapetan,
mengandung makna simbolis ungkapan terima kasih dan rasa syukur kepada Ida Sang
Hyand Widhi karena sudah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dan selalu
dalam perlindungan-Nya.
3.
Banten Peras, mengandung
makna simbolis memohon keberhasilan dan kesuksesan dari suatu yadnya.
4.
Banten Pejati, mengandung
makna simbolis rasa kesungguhan hati kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan manifestasinya
akan melaksanakan suatu upacara, memohon dipersaksikan, dengan tujuan
mendapatkan keselamatan.
5.
Banten Sasayut,
mengandung makna simbolis memohon keselamatan dan kesejahteraan, dan berkurang
serta lenyapnya suatu penyakit.
6.
Banten Segehan,
mengandung makna simbolis harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua
ciptaan Ida Sang Hyang Widhi (palemahan)
7.
Selain itu, juga ada
sarana-sarana lainnya seperti bija, dupa, toya anyar, tirta panglukatan, dan
Tirta Hyang Guru.
TATA CARA
1.
Sebelum memasuki prosesi
otonan, Sang Ibu dari anak yang diotonkan akan melaksanakan beberapa tahapan
prosesi terlebih dahulu diantaranya
a.
Sang Ibu akan ngayab
sarana banten kehadapan Sang Hyang Atma. Ini sebagai tanda bahwa hari itu
merupakan hari lahirnya Sang Hyang Atma yang menjelma sebagai manusia di Bumi.
b.
Lalu, dilanjutkan dengan
menghaturkan segehan di bawah bale atau tempat dimana anak meoton, untuk
memohon kepada Sang Hyang Butha Kala agar prosesi otonan berlancar dan sang
anak terhindar dari marabahaya.
c.
Setelah melakukan
beberapa prosesi di atas, akan dilanjutkan ke prosesi selanjutnya yang tediri
dari:
i.
Mesapuh-Sapuh
Mesapuh-sapuh ini dilakukan dengan mengusapkan
kedua tangan Sang Anak menggunakan Buu. Dimulai dari tangan kanan ke tangan kiri.
Sang Ibu juga akan mengucapkan sesontengan atau doa otonan bahasa Bali, yaitu:
”Ne
cening jani mesapuh-sapuh, apang ilang dakin liman ceninge, apang kedas cening
ngisiang urip”.
Maknanya agar segala kekotoran di tangan Sang Anak hilang, sehingga diharapkan
bisa memegang kehidupan dengan tangan bersih.
ii.
mengusapkan Toya Anyar.
Tujuan dari prosesi mesapuh-sapuh ini adalah menghilangkan mala atau leteh pada
badan anak yang bersangkutan (anak yang meoton).
iii.
Matepung Tawar
Setelah Mesapuh-Sapuh, akan dilanjutkan ke prosesi
matepung tawar atau masegau yang juga berisi sarana daun dapdap. Itu akan
diusapkan pada kedua tangan anak yang sedang meoton.
Pada prosesi, Sang Ibu juga akan mengucapkan sesontengan, yaitu:
“Jani
cening masegau, suba leh liman ceninge. Melah-melah ngembel rahayu” Maknanya
tangan yang sudah bersih ini diharapkan dapat memegang segala kerahayuan
(keselematan dan kesentosaan) dengan baik.
iv.
Memercikan tirta
panglukatan dengan tujuan menyucikan dan menetralisir kembali Sang Hyang Atma.
Harapannya agar jiwa yang bersangkutan senantiasa tetap suci, baik, dan selalu
dalam keselamatan secara sekala-niskala.
v.
Matetebus
Setelah metepung tawar, akan dilanjutkan dengan
prosesi matetebusan yang menggunakan benang berwarna putih. Dua helai
benang putih akan diambil sang ibu. Satu diletakan di kepala atau telinga Sang
Anak. Sementara, yang satunya lagi, dililitkan menjadi gelang di pergelangan
tangan kanan Si Anak.
Di sini, Sang Ibu juga akan mengucapkan sesontengan: “Jani cening magelang benang,
apang cening mauwat kawat matulang besi”
Maknanya: Dengan gelang tersebut, Sang Anak diharapkan memiliki
tubuh yang sehat layaknya otot kawat dan tulang besi.
vi.
Pemercikan Tirta Hyang
Guru sebagai permohonan agar Sang Anak memperoleh kesehatan, kesempatan lahir
batin, dan mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta
manifestasiNya.
vii.
Ngayab Sesayut
Selanjutnya adalah prosesi ngayab sesayut dengan
memutar searah jarum jam oleh Sang Ibu. Itu sembari mengucapkan sesontengan:
“Ne
cening ngilehang sampan, ngilehan perahu, batu mokocok, tunked bungbungan,
teked dipasisi napetang perahu bencah”.
Hal ini dilakukan agar Sang Anak tetap pendiriannya serta memiliki kepribadian
stabil di dalam menjalani kehidupan di dunia.
Dari prosesi-prosesi di atas, upacara otonan ini
memiliki makna yang sangat mendalam. Mulai dari pembersihan badan kasar dari
dasamala di prosesi masesapuh hingga penyucian jiwa di proses matepung tawar
atau masegau.
Sehingga, Sang Hyang Atma yang bersih bisa kembali
terhubung dengan badan yang juga sudah bersih. Ini disimbolkan melalui sarana
benang tebus. Dan diakhiri dengan menstabilkan pikiran agar jiwa raga stabil
dan bersih dalam menjalani kehidupan.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments