HIDUP INI SINGKAT KAWAN !!! BERBUAT BAIKLAH UNTUK SESAMA, AGAR HATI MENJADI DAMAI !!! OPTIMALKAN POTENSI DIRI, AGAR HIDUP INI TIDAK SIA - SIA

Friday, April 11, 2025

thumbnail

Tata Cara OTONAN

TATA CARA PELAKSANAAN OTONAN

Saat melakukan prosesi otonan beberapa masyarakat biasanya menggunakan banten tumpeng tiga dan tumpeng lima. Apabila menggunakan banten tumpeng lima, secara umum terdiri dari :

1.       Banten Pengambeyan, mengandung makna simbolis memohon karunia dari Ida Sang Hyang Widhi dan para leluhur.



2.       Banten Dapetan, mengandung makna simbolis ungkapan terima kasih dan rasa syukur kepada Ida Sang Hyand Widhi karena sudah diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dan selalu dalam perlindungan-Nya.



3.       Banten Peras, mengandung makna simbolis memohon keberhasilan dan kesuksesan dari suatu yadnya.



4.       Banten Pejati, mengandung makna simbolis rasa kesungguhan hati kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dan manifestasinya akan melaksanakan suatu upacara, memohon dipersaksikan, dengan tujuan mendapatkan keselamatan.



5.       Banten Sasayut, mengandung makna simbolis memohon keselamatan dan kesejahteraan, dan berkurang serta lenyapnya suatu penyakit.



6.       Banten Segehan, mengandung makna simbolis harmonisnya hubungan antara manusia dengan semua ciptaan Ida Sang Hyang Widhi (palemahan)



7.       Selain itu, juga ada sarana-sarana lainnya seperti bija, dupa, toya anyar, tirta panglukatan, dan Tirta Hyang Guru.

TATA CARA

1.       Sebelum memasuki prosesi otonan, Sang Ibu dari anak yang diotonkan akan melaksanakan beberapa tahapan prosesi terlebih dahulu diantaranya

a.       Sang Ibu akan ngayab sarana banten kehadapan Sang Hyang Atma. Ini sebagai tanda bahwa hari itu merupakan hari lahirnya Sang Hyang Atma yang menjelma sebagai manusia di Bumi.

b.      Lalu, dilanjutkan dengan menghaturkan segehan di bawah bale atau tempat dimana anak meoton, untuk memohon kepada Sang Hyang Butha Kala agar prosesi otonan berlancar dan sang anak terhindar dari marabahaya.

c.       Setelah melakukan beberapa prosesi di atas, akan dilanjutkan ke prosesi selanjutnya yang tediri dari:

                                                                                       i.      Mesapuh-Sapuh
Mesapuh-sapuh ini dilakukan dengan mengusapkan kedua tangan Sang Anak menggunakan Buu. Dimulai dari tangan kanan ke tangan kiri. Sang Ibu juga akan mengucapkan sesontengan atau doa otonan bahasa Bali, yaitu:
”Ne cening jani mesapuh-sapuh, apang ilang dakin liman ceninge, apang kedas cening ngisiang urip”.
Maknanya agar segala kekotoran di tangan Sang Anak hilang, sehingga diharapkan bisa memegang kehidupan dengan tangan bersih.

                                                                                     ii.      mengusapkan Toya Anyar. Tujuan dari prosesi mesapuh-sapuh ini adalah menghilangkan mala atau leteh pada badan anak yang bersangkutan (anak yang meoton).

                                                                                    iii.      Matepung Tawar
Setelah Mesapuh-Sapuh, akan dilanjutkan ke prosesi matepung tawar atau masegau yang juga berisi sarana daun dapdap. Itu akan diusapkan pada kedua tangan anak yang sedang meoton.
Pada prosesi, Sang Ibu juga akan mengucapkan sesontengan, yaitu:
“Jani cening masegau, suba leh liman ceninge. Melah-melah ngembel rahayu” Maknanya tangan yang sudah bersih ini diharapkan dapat memegang segala kerahayuan (keselematan dan kesentosaan) dengan baik.

                                                                                   iv.      Memercikan tirta panglukatan dengan tujuan menyucikan dan menetralisir kembali Sang Hyang Atma. Harapannya agar jiwa yang bersangkutan senantiasa tetap suci, baik, dan selalu dalam keselamatan secara sekala-niskala.

                                                                                     v.      Matetebus
Setelah metepung tawar, akan dilanjutkan dengan prosesi matetebusan yang menggunakan benang berwarna putih. Dua helai benang putih akan diambil sang ibu. Satu diletakan di kepala atau telinga Sang Anak. Sementara, yang satunya lagi, dililitkan menjadi gelang di pergelangan tangan kanan Si Anak.
Di sini, Sang Ibu juga akan mengucapkan sesontengan: “Jani cening magelang benang, apang cening mauwat kawat matulang besi”
Maknanya: Dengan gelang tersebut, Sang Anak diharapkan memiliki tubuh yang sehat layaknya otot kawat dan tulang besi.

                                                                                   vi.      Pemercikan Tirta Hyang Guru sebagai permohonan agar Sang Anak memperoleh kesehatan, kesempatan lahir batin, dan mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasiNya.

                                                                                  vii.      Ngayab Sesayut
Selanjutnya adalah prosesi ngayab sesayut dengan memutar searah jarum jam oleh Sang Ibu. Itu sembari mengucapkan sesontengan:
“Ne cening ngilehang sampan, ngilehan perahu, batu mokocok, tunked bungbungan, teked dipasisi napetang perahu bencah”.
Hal ini dilakukan agar Sang Anak tetap pendiriannya serta memiliki kepribadian stabil di dalam menjalani kehidupan di dunia.

Dari prosesi-prosesi di atas, upacara otonan ini memiliki makna yang sangat mendalam. Mulai dari pembersihan badan kasar dari dasamala di prosesi masesapuh hingga penyucian jiwa di proses matepung tawar atau masegau.

Sehingga, Sang Hyang Atma yang bersih bisa kembali terhubung dengan badan yang juga sudah bersih. Ini disimbolkan melalui sarana benang tebus. Dan diakhiri dengan menstabilkan pikiran agar jiwa raga stabil dan bersih dalam menjalani kehidupan.

Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments

Flag Counter